Tugas seorang bidan adalah memberikan pelayanan kesehatan berupa dukungan, asuhan, serta asuhan kepada perempuan sejak masa hamil, persalinan, hingga nifas. Selain itu, tugas bidan juga memfasilitasi serta memimpin proses persalinan atas tanggung jawab sendiri hingga memberikan asuhan kepada bayi baru lahir maupun bayi yang telah lahir.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, terdapat peran dan fungsi bidan yang harus dilakukan secara khusus. Peran dan fungsi bidan ini tidak lain sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti kesehatan.
Bidan dan Dukun Beranak
Dulu di kampung saya di sebuah desa terpencil dan berada di kaki gunung, proses persalinan alias melahirkan masih dibantu oleh dukun beranak (di sana disebutnya emak paraji atau indung beurang). Termasuk saya sendiri saat dilahirkan ke dunia ini dibantu oleh dukun beranak.
Itu dulu sebelum ada bidan yang bertugas di desa. Saat pertama kali ada bidan yang bertugas di desa, masyarakat di sana masih lebih memilih menggunakan jasa dukun beranak karena sudah menjadi tradisi turun temurun. Butuh waktu lama untuk mengubah mindset masyarakat agar mau melahirkan dengan bantuan bidan.
Di situlah peran bidan sangat penting dalam memberikan edukasi kepada masyarakat desa agar mereka mau menerima kehadiran bidan sebagai tenaga ahli yang akan memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak, reproduksi perempuan, serta keluarga berencana.
Bahkan saat masyarakat sudah mulai beralih memilih menggunakan jasa bidan, si dukun beranaknya nggak mau nerima karena merasa pekerjaanya diambil bidan. Sempat beberapa kali ganti petugas bidan, tapi nggak ada yang betah karena harus berhadapan dengan dukun beranak.
Alhamdulillah, setelah beberapa kali dilakukan penyuluhan oleh bidan dan pemerintah setempat, akhirnya dukun beranak mau bekerjasama dengan bidan. Sampai saat ini setiap ada yang akan melahirkan menggunakan jasa dukun beranak harus didampingi oleh bidan.
Masalah lainya yang terjadi di kampung saya waktu itu, masih ada orang tua yang memberikan anaknya susu kental manis. Mereka belum tahu kalau balita mengonsumsi kental manis sangatlah berbahaya untuk kesehatannya. Ya, itu semua karena masyarakat zaman dulu masih menerapkan pola pengasuhan dan pemberian makan pada anak hanya berdasarkan kebiasaan generasi sebelumnya.
Dari permasalah yang terjadi di kampung tadi, saya jadi tahu kalau tugas seorang bidan di desa terpencil lebih berat jika dibandingkan dengan bidan di kota. Selain harus berhadapan dengan dukun beranak yang masih memegang teguh adat budaya warisan leluhur dan memberikan edukasi gizi, bidan desa juga harus berjuang menyambangi pasien yang akan melahirkan kapan pun di manapun pasien tersebut berada. Ya, itu karena tadisi di kampung saya seperti itu. Makanya, bersyukur banget sampai saat ini masih ada bidan yang kuat dan betah bertugas di sana.
Itu hanya sedikit gambaran betapa beratnya tugas seorang bidan di desa terpencil. Selain harus berhadapan dengan dukun beranak dan menyambangi pasien yang akan melahirkan, bidan desa juga harus punya skil mengendarai sepeda motor di jalan yang ekstrem karena dulu di sana jalannya masih jelek.
Seminar Edukasi Bidan untuk Mencegah Terjadinya Gizi Buruk
Jika dilihat dari cerita bidan desa di kampung saya tadi, tugas bidan tidak hanya sebagai pendamping persalinan dan memberikan pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak. Bidan juga harus memberikan edukasi baik dalam bentuk edukasi gizi maupun membantu mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi untuk mencegah terjadinya gizi buruk dan stunting.
Hingga saat ini tingkat literasi gizi masyarakat Indonesia masih rendah dan edukasi gizi untuk masyarakat dari sumber-sumber yang kredibel pun masih minim. Hal itu terlihat dari masih banyak ditemukan pola pengasuhan dan pemberian makan pada anak hanya berdasarkan kebiasaan generasi sebelumnya.
Salah satunya adalah pemahaman masyarakat terhadap produk kental manis yang seharusnya digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan atau topping. Namun, kenyataannya masih banyak orang tua yang memberikan susu kaleng sebagai minuman susu untuk balita.
Kenapa kental manis dilarang dikonsumsi oleh balita? Jawabannya karena konsumsi kental manis pada balita akan berdampak buruk bagi kesehatan dan pertumbuhannya, di antaranya dapat menimbulkan obesitas, meningkatkan risiko diabetes, memicu terjadinya stunting, dan merusak gigi.
Bukan hal yang mudah untuk mengubah persepsi masyarakat yang sudah terlanjur salah tentang susu kental manis yang sejak 1 abad diiklankan sebagai minuman bergizi bagi anak. Kesalahan persepsi orang tua karena iklan harus segera diluruskan. Anak harus minum susu untuk anak, karena Susu Kental Manis bukan pengganti ASI. Di sinilah tugas bidan sebagai profesi yang dekat dengan masyarakat, sudah sepatutnya memberikan edukasi gizi yang tepat kepada masyarakat.
Sebagai upaya meningkatkan kapasitas anggota bidan di Provinsi Jawa Barat dan mendukung percepatan penurunan stunting hingga 14% yang menjadi prioritas pemerintah di tahun 2024, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) menggandeng Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat menggelar Seminar Nasional bertajuk “Penguatan Peran Edukasi Bidan untuk Masyarakat Dalam Rangka Mencegah Terjadinya Gizi Buruk”.
Sebanyak 2.000 bidan mengikuti seminar Nasional secara hybrid yang dilaksanakan di Favehotel Hyper Square Bandung, pada 8 Agustus 2022. Hadir juga Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Ekonomi dan Pembangunan, dr. Berli Hamdani Gelung Sakti, MPPM., Ketua IBI provinsi Jawa Barat, Hj.Eva Riantini. Amd. Keb., S.Sos., M.Kes, Arif Hidayat, SE., MM., Ketua Harian YAICI, dr. Alma Lucyati, M.Kes, M.Si, MH.Kes., PDUI Jawa Barat, Maman Suherman, Penulis & Pegiat Literasi, dan Khalida Yurahmi, S.Psi., M.Psi., Psikolog Klinis Dewasa.
Diselenggarakannya program edukasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bidan dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat, baik dalam bentuk edukasi gizi maupun membantu mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi.
Ketua IBI Provinsi Jawa Barat, Hj. Eva Riantini menyampaikan bahwa bidan merupakan tenaga profesional serta lini terdepan yang bertanggungjawab memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Peran dan strategi bidan dalam mewujudkan generasi emas tahun 2045 yang sehat, cerdas, dan berkualitas salah satunya melalui upaya penurunan stunting.
Didalam Undang-Undang no. 4 tahun 2019 pasal 46 dijelaskan bahwa tugas bidan meliputi pelayanan kesehatan ibu dan anak, reproduksi perempuan, serta keluarga berencana. Peran bidan menjadi luas, karena bidan adalah figur fasilitator bagi keluarga untuk melakukan pencegahan dan penanganan stunting sejak dini. Terutama diawal 1000 HPK.
Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Ekonomi dan Pembangunan, dr. Berli Hamdani Gelung Sakti, menyampaikan bahwa Secara prevalensi stunting di Jawa Barat rata-rata penurunannya dalam 3 tahun terakhir adalah 1,38 %. Angka ini bukan angka ideal karena masih ada data yang lost dan akan berpengarauh terhadap pencapaian dan penilaian Pemprov Jabar. Prevalensi stunting tahun 2019 sampai 2021 di 17 Kabupaten Kota mengalami penurunan dengan rata-rata 3,87%. Sementara di 10 Kabupaten Kota mengalami kenaikan rata-rata 5,63%.
Beliau juga mengatakan bahwa untuk mewujudkan generasi emas Indonesia 2045, terdapat 3 syarat utama yaitu demokrasi damai kondusif, ekonomi yang tumbuh sebesar 5%, dan millenial. Dalam mewujudkan syarat tersebut, bidan memiliki peran yang sangat penting dalam pencegahan dan tatalaksana gizi buruk melalui edukasi, baik di masyarakat, di Posyandu, di semua fasilitas kesehatan, dan di semua tempat. Bidan harus selalu mengingatkan ibu-ibu untuk memberkan makanan dan asupan gizi terbaik untuk anak-anaknya, khususnya balita.
Ketua harian YAICI, Arif Hidayat mengatakan, upaya pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat perlu terus menerus di lakukan. Salah satu penyebab terjadinya gizi buruk pada balita adalah masih ada orang tua yang salah dalam menerapkan pola asuh kepada anaknya. Sebagai contoh, masih ada orang tua yang memberi kental manis kepada balita sebagai pengganti ASI.
Hasil riset YAICI, kejadian stunting, status gizi buruk, dan gizi kurang ditemukan pada balita yang rutin mengkonsumsi kental manis dalam kesehariannya. 54,9% kejadian stunting pada balita di Jawa Barat salah satunya disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi SKM.
Literasi Gizi Kental Manis Bukan Susu
Penulis dan pegiat literasi, Maman Suherman, mengatakan bahwa buruknya budaya literasi di Indonesia menjadi salah satu pemicu persoalan gizi buruk dan stunting yang tak kunjung usai. Minat baca orang Indonesia 0,001%. Bisa dikatakan dari seribu orang yang berkumpul, hanya satu yang membaca buku.
Saking rendahnya minat baca di negara kita, jika diibaratkan tempat tersunyi di Indonesia selain kuburan dan kamar mayat adalah perpustakaan.
Salah satu bukti rendahnya literasi masyarakat adalah persepsi orang selama ini yang menganggap SKM adalah alternatif pengganti susu untuk kebutuhan gizi harian balita. Padahal kental manis itu lebih banyak kandungan gulanya dibanding susunya.
Produsen kental manis telah menyertakan peringatan dalam kemasan yang isinya "Perhatian! tidak untuk menggantikan ASI, tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan, tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi". Tapi, kemampuan literasi masyarakat kita masih rendah maka masalah konsumsi susu kental manis masih akan terus terjadi karena dianggap susu.
Untuk menghindari terjadinya gizi buruk perlu dilakukan literasi gizi di kalangan ibu rumah tangga karena mereka malas membaca. Terutama saat membaca komposisi yang tertera pada kemasan susu yang akan dibeli. Ibu-ibu harus membaca label kemasan terlebih dahulu sebelum membeli suatu produk.
Setelah mengikuti seminar ini saya mendapat banyak insight baru seputar pentingnya asupan gizi bagi balita dan merasa punya tanggung jawab untuk menyebarluaskan informasi edukasi gizi agar tidak ada lagi yang mengalami stunting. Semoga ibu-ibu di luar sana sudah lebih mengerti bagaimana memberi asupan gizi yang baik untuk anaknya.
Terima kasih atas kunjungannya